Minggu, 06 Oktober 2013

Proses Destilasi Etanol dari Tape Ketan

TUJUAN:

Mengetahui proses destilasi dari tape ketan untuk menghasilkan etanol

DASAR TEORI:

Distilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad pertama masehi yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya permintaan akan spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan rangkaian alat untuk distilasi dan Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil menggambarkan secara akurat tentang proses distilasi pada sekitar abad ke-4.

Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar, ia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini. Kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).

Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatularutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton

Pada percobaan kali ini, akan dilakukan destilasi sederhana. Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu.  Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol.

ALAT:

1. Seperangkat alat destilasi yang telah dibuat sendiri
2. Ember berisi air

BAHAN:

1. Tape ketan hitam yang sudah difermentasi sebelumnya

Cara Kerja:

Bahan baku ketan hitam dipersiapkan sebanyak ½ liter yang telah dicuci bersih, selanjutnya ditiriskan. Ketan yang sudah tiris dikukus sampai setengah matang allu didinginkan beberapa saat.

Proses Fermentasi
Selanjutnya dilakukan fermentasi yang bertujuan untuk mengkonversi larutan yang mengandung glukosa menjadi alkohol. ketan 1yang dihasilkan dipindahkan ke dalam wadah fermentasi. Tambahkan bakteri Saccharomyces cerevisiae sebanyak satu setengah keping (10%)  dari total ketan sedikit demi sedikit sambil diaduk agar tercampur rata. Tutup rapat wadah fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan bakteri Saccharomyces cerevisiae akan bekerja secara optimal. Fermentasi berlangsung anaerob yaitu tak memerlukan udara dan tetap menjaga suhunya pada 30ºC - 40ºC.

Fermentasi dilakukan selama 3-6 hari dans etelah itu ketan akan menghasilkan harum yang khas (sedikit berbau manis dan alcohol) dan berair. Tape ketan diperas dan airnya disaring. Air tape hasil saringan dimasukan ke wadah botol kaca.

Proses Destilasi
Proses destilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari larutan hasil fermentasi dengan cara memanaskan larutan tersebut dengan menjaga suhu pemanasan pada titik didih etanol yaitu 78ºC, sehingga etanol lebih dahulu menguap dan penguapan tersebut dialirkan pada pipa, terkondensasi dan kembali lagi menjadi etanol cair.

Alat destilasi terdiri dari wadah sample berupa botol kaca, kondensor, wadah destilat berupa botol kaca dan selang untuk menyalurkan uap etanol. Etanol cair yang telah dihasilkan dari proses destilasi selanjutnya dilanjutkan untuk uji bakar.

PEMBAHASAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dari ½ liter tape ketan yang difermentasi selama 7 hari, dihasilkan air tape ketan 170 ml. Sedikitnya air yang dihasilkan kemungkinan disebabkan karna lamanya proses fermentasi atau pemberian ragi yang berlebihan sehingga ada ragi yang mati pada saat proses fermentasi berlangsung ,ini ditandai dengan ditemukannya serbuk putih kekuningan pada hasil akhir fermentasi sehingga mikroba yang berperan dalam fermentasi ini pun menjadi kurang maksimal.

Menurut Prescot dan Daunn
Dalam Lailatul (2004) menunjukkan bahwa adanya pengaruh lama fermentasi terhadap kadar etanol dalam tape. Pada selang waktu 1-7 hari kadar etanol dalam tape terus meningkat, sedangkan setelah 7 hari kadar etanol dalam tape menurun. Hal ini dikarenakan pada hari ke 7 ragi Saccharomyces cerevisiae memasuki fase stasioner, fase ini jumlah mikroba yang hidup sebanding dengan jumlah mikroba yang mati. Dengan demikian semakin berkurang jumlah nutrisi Saccharomyces cerevisiae dan substrat, sehingga Saccharomyces cerevisiae akan semakin menurun dan tidak mampu memproduksi alkohol.

Dalam praktek fermentasi ketan hitam, komponen pati dalam ketan dipecah menjadi asam piruvat yang melalui lintasan Embden Meyerhoff Pamas (EMP). Setelah itu terjadi dekarboksilasidehida asam piruvat menjadi asetaldehida. asetaldehida tereduksi menjadi etanol yaitu menerima elektron hasil oksidasi asam gliseraldehida 3- phosphat. Melalui proses fermentasi anaerob ini 90% glukosa akan dirubah menjadi etanol dan CO2 (Ansori, R., 1989). sehingga ketan hasil fermentasi ini berasa manis alkoholik dan berasa sedikit asam atau manis sedikit asam.

Susahnya menjaga kondisi lingkungan selama fermentasi memberikan dampak yang besar terhadap proses fermentasi keseluruhan terutama pengontrolan pH yang sangat susah mengingat fermentasi yang kami lakukan dalam fase padat (SSF),dimana pH cenderung turun dengan terbentuknya senyawa asam organic seperti asam asetat, dan laktat sehingga kadar etanol sangat kecil.

Setelah air tape ketan dihasilkan, praktikan membuat alat destilasi sederhana untuk memisahkan kadar etanol dan air yang terkandung dalam air tape ketan.

Dasar pemisahan destilasi  adalah  perbedaan dua titik didih dua cairan atau lebih. Saat air tape ketan dipanaskan maka etanol yang terkandung dalam air tape ketan menguap lebih dulu karna etanol memiliki titik didih yang lebih rendah yaitu 78 ˚C. Suhu pemanasan diatur secara cermat, dengan begitu komponen  etanol menguap dan mengembunkan etanol demi etanol secara bertahap.Proses pengembunan terjadi dengan mengalirkan uap ke selang yang diberi kondensor sebagai tabung pendingin. Destilat yang sudah diembunkan ditampung dalam tempat terpisah (dalam penelitian ini menggunakan botol kaca ukuran 125 ml). Destilat yang berupa etanol hanya dihasilkan sebanyak 3 tetes. Destilasi dihentikan jika sudah tidak ada destilat yang menetes dalam botol kaca. Proses selanjutnya yaitu menganalisis sampel yang berupa etanol tersebut dengan menggunakan uji bakar.

Kami menggunakan kertas kardus. Pada ujungnya, kami basahkan dengan destilat yg dihasilkan, kemudian dibakar. Ketika dibakar, kertas kardus langsung mongering dan meninggalkan bekas. Kemudian pada ujung yang lainnya, kami basahkan dengan air lalu kami uji bakar. Dan ternyata kertas kardus tersebut membutuhkan waktu lebih lama untuk terbakar. Proses uji bakar ini bertujuan untuk memastikan bahwa destilat yang dihasilkan merupakan etanol, bukan uap air.  Berdasarkan uji bakar, dapat dikatakan bahwa destilat yang dihasilkan berdasarkan percobaan merupakan etanol.

Sedikitnya etanol yang dihasilkan disebabkan karena pada proses fermentasi, ragi tidak mendapatkan nutrisi. Sehingga kerja ragi tidak maksimal

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan dari 1/2 liter tape ketan dengan penambahan saccharomyces cereviceae 2% dan fermentasi selama 7 hari, didapatkan etanol sebanyak 3 tetes.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden & Fessenden. 1986. Kiimia Organik. Jakarta: Erlangga

Gumbira Said. 1987. Bioindustri, Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Saono, S., R.R. Hull & B. Dhamcharee. 1986 A Concise Handbook of Indigenous Fermented Foods in the ASCA Countries . Indonesian Institute of Sciences, Jakarta, Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar